لاَ إِلَهَ إِلَّا الله المَلِكُ الحَقُّ المُبِيْنُ ۝ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَادِقُ الوَعْدِ الأَمِيْنُ

Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Menguasai Lagi Maha Benar Muhammad adalah utusan Allah, Orang Yang Benar Janjinya lagi Dapat Dipercaya

Miftahul Jannah

Barangsiapa kenal dirinya, maka ia kenal dengan Tuhannya

Ruhani (Nyawa)


Ruhani (Nyawa)



Ruhani (nyawa) adalah ia asal daripada nur (cahaya). Setelah jasmani dijadikan dengan sempurna didalam kandungan. Allah swt. menjelaskan didalam surat Shaad ayat 71-72, demikian firman-Nya :

إِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي خَٰلِقُۢ بَشَرٗا مِّن طِينٖ ٧١ فَإِذَا سَوَّيۡتُهُۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ ٧٢
Artinya :
Ingatlah tatkala Tuhan-mu berkata kepada malaikat : Bahwasanya Aku jadikan manusia (jasmaninya) yang asal dari tanah. Maka tatkala Aku sempurnakan kejadiannya, Aku hembuskan kedalam tubuh itu sebagian daripada ruh (nyawa) bikinan-Ku, maka lahirlah lalu sujud (tertelungkup) seraya menghormat pada-Ku".
(QS. Shaad [38]: 71-72)

Dengan ayat ini jelaslah, bahwa ruhani (nyawa) setelah dihembuskan ke dalam jasmani hiduplah jasmani itu. Jadi teranglah bahwa ruhani adalah alat untuk menghidupkan jasmani. Oleh sebab itu ruhani (nyawa), dia berasal dari pada nur (cahaya), sudah tentu tiap-tiap cahaya akan memenuhi ruangannya sendiri.

Jadi, kalau kita umpamakan bahwa jasmani adalah merupakan suatu negara kecil (negara badaniah). Adapun ruhani (nyawa) itu adalah merupakan satu alat roda pemerintahan badaniah yang menghidupkan  negara badaniah. Setelah jiwa (nafs) yang mana di dalam negara badaniah (jasmani) adalah merupakan sebagai kepala (pucuk pimpinan) yang mengatur dan menentukan atas sesuatu baik dan buruk negara badaniah (jasmani) tersebut.

Jadi, apabila kepala (pucuk pimpinan) jiwanya tidak mempunyai kekuatan yakni lemah, sudah pasti segala alat-alat negara badaniah dari yang tinggi sampai yang rendah sekali, tidak akan mentaati segala peraturan-peraturan atau perintahnya. Sebaliknya apabila kepala negaranya mempunyai kewibawaan maka segala alat negara badaniah (jasmani) akan menuruti segala perintahnya dengan cepat dan tangkas dengan demikian selamatlah dan berbahagialah segenap masyararakat badaniah. Barulah dinamakan manusia yang sempurna dan baik (insanul kamil). Manusia ini yang akan mendapat satu derajat (kedudukan) disisi Allah swt. serta mendapat ampunan serta rejeki yang halal sebagaimana telah dijelaskan di surat Al Anfal ayat 4 :

أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقّٗاۚ لَّهُمۡ دَرَجَٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ ٤
Artinya :
"Mereka itulah orang-orang mukmin yang hak (benar) bagi mereka satu derajat disisi Allah, Tuhan yang memelihara mereka dan mendapat ampunan serta rejeki yang mulia.”
(QS. Al Anfal [8]: 4)

Tegasnya dengan ayat tersebut nyatalah bahwa Allah swt. akan memberikan satu derajat (kemuliaan) kepada manusia yang benar (hak) sebagai seorang makhluk atau hamba yang mengenal serta selalu memperhatikan atas diri pribadinya sebagai seorang insan.

Sesuai dengan firman Allah swt. di surat Adz Dzaariat ayat 20-21 :

وَفِي ٱلۡأَرۡضِ ءَايَٰتٞ لِّلۡمُوقِنِينَ ٢٠  وَفِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ ٢١
Artinya :
Diatas bumi ini ada tanda-tanda Kekuasan Allah bagi orang yang berjiwa yakin. Dan apakah kamu tidak perhatikan dalam diri pribadimu sendiri?."
(QS. Azd Dzariat [51]:   20-21)

Dengan ayat tersebut adalah satu teguran agar manusia selalu memperhatikan atas diri pribadinya sebab dengan memperhatikan diri pribadinya sendiri tumbuhlah satu keyakinan bahwa benar-benar ada kekuasaan Allah swt. di atas alam cakrawala ini. Sebagaimana Imam Al-Ghazali berkata:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْعَرَفَ رَبَّهُ                                                       
Artinya :
"Barang siapa mengetahui diri pribadinya maka sesungguhnya ia mengetahui Tuhan yang menjadikannya".
(Kitab Kimmiyatus Sa’adah)


Kesimpulan yang dinamakan manusia itu ialah :
a.    Jasmani (tubuh kasar) yang dijadikan asal dari unsur-unsur (zat-zat) yang terdapat dari tanah (bumi).
b.    Ruhani (nyawa) yang dibuat dari nur (cahaya) Allah swt.
c.    Jiwa (nafs) yang berasal dari tiga unsur atau tiga kekuatan.

Tiga unsur kekuatan jiwa atau dinamakan an nafs (jiwa) itu ialah :
1.    Syahwat
2.    Ghadab
3.    Natiqah

Adapun sifat-sifat dari tiga kekuatan yang tersebut diatas, sebagai berikut:

1.  Syahwat
     Sifatnya pemalas, merampas, angkara murka, tidak tahu malu, pengecut (penakut), mementingkan diri sendiri, kikir, tidak ambil pusing (pasif), rakus, tamak dan sebagainya. Jadi apabila kekuatan ini menang (berkuasa) di atas jasmani manusia pasti manusia tersebut akan malas (pasif) akibatnya menjadilah beban masyarakat.

2.  Ghadab
     Sifatnya takabbur (sombong), ria (senang dipuji), tidak mau mengalah, cari enaknya sendiri, buas (kejam), penindas (pemeras), tidak kenal kasihan, tidak pakai perhitungan, senang menjerumuskan orang lain untuk kepentingan dirinya dan sebagainya. Jadi apabila kekuatan ini memang (berkuasa) di atas jasmani manusia pasti manusia itu akan takabbur (sombong)dan buas (kejam) yang akibatnya kacaulah masyarakat.

3.  Natiqah
     Sifatnya tenang (tentram), suka menerima nasihat, suka menerima ilmu, suka kebijaksanaan, adil, pemurah dan penyayang (rahman dan rahim). Jadi apabila sifat ini menang (berkuasa) diatas jasmani manusia bahagialah masyarakat.

Maka dengan adanya natiqah inilah terletak perbedaan manusia dengan hewan sebagaimana kata ahli falsafah :

اَلاِ نْسَانُ حَيَوَانٌ نَاطِقٌ
Artinya :
"Manusia itu ialah hewan yang bernatiqah (cerdas) atau penimbang".
(Kitab Mantiq)

Sebaliknya, apabila manusia tidak pandai menjaga dan memelihara natiqahnya dari serangan musuhnya yaitu iblis maka manusia terjerumus di jurang kehinaan bahkan lebih rendah lagi derajatnya dari pada hewan. Sebab itu pepatah pujangga Islam pernah berkata:

اَقْبِلْ عَلَى النَّفْسِ وَاسْتَكْمِلْ فَضَائِلَهَافَأَنْتَ بِا الرُّوْحِ لاَ بِالْجِسْمِ إِنْسَانُ
Artinya :
“Hadapkanlah jiwamu dan sempurnakanlah dia dengan keindahan-keindahannya karena engkau disebut seorang insan (manusia). Bukan lantaran jasmanimu tetapi adalah dikarenakan jiwamu”.
(Buku Tasawuf Modern)
Tegasnya jiwa manusia yang telah dapat mencapai derajat kekuasaan natiqahnya pasti akan tumbuh satu daya kekuatan yang luar biasa di atas jasmani manusia  bahkan ia dapat mengatur soal-soal yang lainnya di luar dirinya sendiri. Misalnya seorang yang sedang sakit maka orang yang telah memiliki kekuatan natiqahnya maka dengan do’a-nya saja si sakit itu dapat disembuhkannya.

Begitupun orang yang natiqahnya telah berkuasa di atas jasmaninya apabila dia berkehendak mencapai suatu ilmu orang-orang pandai maka dengan getaran-getaran jiwanya ia bermunajat (berdo’a) kepada Tuhan-nya, maka dengan mohonnya itu datanglah dengan tiba-tiba ilmu yang dikehendakinya. Maka dengan akibat kekuatan jiwa yang luar biasa ini, maka perbuatan-perbuatan yang tersebut sering dikatakan orang suatu keajaiban (ghaib) atau sering dibilang orang tersebut berkeramat.

Maka jiwa yang seperti tersebut  berbeda dengan jiwa-jiwa yang ada pada orang biasa (awam) di dalam tiga hal:
1.    Apa-apa yang dilihat oleh orang-orang awam (umum) di dalam mimpi, maka orang yang berjiwa kuat dapat melihat di dalam keadaan sadar dan terjaga.
2.    Sementara orang awam (umum) hanya ingin mempengaruhi jasmaninya sendiri dengan susah payah, tetapi bagi orang yang berjiwa kuat bukan saja dapat menguasai jasmaninya bahkan di luar jasmaninya pun dapat dia kuasai dengan spontan.
3.    Jika ilmu yang didapat oleh orang-orang awam (umum) dengan jalan belajar memakan waktu bertahun-tahun dengan kekuatan dan keuletan tetapi bagi orang yang berjiwa kuat datangnya ilmu dengan melalui ilham dari Allah swt. Jiwa manusia yang sedemikian ini adalah bagi manusia yang berbakti kepada Tuhan-nya dengan ikhlas yakni suci murni dengan yakin sesuai dengan firman Allah swt. di surat Al  Hijr ayat 99:

 وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ ٩٩
Artinya:
“Berbaktilah kepada Tuhan yang menjadikan kamu, sehingga datang kepadamu yakin (nyata dan terang)“.
(QS. Al Hijr [15]: 99)

Inilah manusia yang sempurna di dalam lubuk jiwanya yang telah memiliki kekuatan natiqahnya, maka yang demikian inilah yang dibukakan Allah swt. jiwanya, sehingga menjadi terang benderang (yakin) sebagaimana firman Allah swt. di surat Qaf ayat 22 :

لَّقَدۡ كُنتَ فِي غَفۡلَةٖ مِّنۡ هَٰذَا فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٞ ٢٢
Artinya :
“Maka Kami bukakan tutup (tabir) daripada jiwa engkau, maka pandangan jiwamu ini hari menjadi tajam.“
(QS. Qaf [50]: 22)

Maka dengan terbukanya jiwa daripada tabir-tabir yang menyelubunginya, maka manusia ini yang sering dikatakan keramat (mulia). Maka tingkatan jiwa yang demikian dapat mereka berhubungan dengan alam-alam ghaib yang lain. Tegasnya manusia yang telah teguh jiwanya sehingga tidak gentar dan takut serta tidak duka cita lagi menghadapi hidup ini. Jiwa yang demikian timbullah nur (cahaya) yang memberikan baginya sinar-sinar yang memancar bagi alam sekelilingnya. Jiwa inilah yang dinamakan muthmainah yang mendapat tempat yang berbahagia  sesuai dengan firman Allah swt. surat Al Fajri ayat 27-30 :

يَٰٓأَيَّتُهَاٱلنَّفۡسُ ٱلۡمُطۡمَئِنَّةُ ٢٧  ٱرۡجِعِيٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةٗ مَّرۡضِيَّةٗ ٢٨ فَٱدۡخُلِي فِي عِبَٰدِي ٢٩  وَٱدۡخُلِي جَنَّتِي ٣٠
Artinya :
Wahai jiwa yang tetap yakin (tenang). Kembalilah kepada Tuhan-mu dengan keadaan ridha dan diridhai. Yaitu masuklah didalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kedalam kebahagiaan (surga)“.
(QS. Al Fajr [89]: 27-30)